Moms & Dads, si kecil yang lahir prematur berisiko mengalami berbagai gangguan, termasuk gangguan mata. Gangguan mata biasanya berupa Retinopati Prematuritas atau ROP. Pada skala ringan, gangguan ini bisa hilang sendiri. Tapi pada kasus berat dapat menyebabkan kebutaan.
Risiko ROP sangat besar pada si kecil yang lahir di usia kehamilan kurang dari 34 minggu, dengan berat badan lahir kurang dari 1500 gram. Gangguan mata ini diduga terjadi karena pertumbuhan yang kurang sempurna dari pembuluh darah retina.
“Bayi prematur harus menjalani skrining untuk mengetahui ada tidaknya gangguan mata. Semakin cepat terdeteksi, semakin cepat ditangani sehingga bayi bisa terhindar dari kebutaan,” tutur Prof. Dr. Rita Sita Sitorus, SpM(K), PhD, Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Mata Universitas Indonesia.
Prof. Rita menjelaskan hal tersebut dalam seminar kesehatan Deteksi dan Pencegahan Gangguan Penglihatan pada Bayi Prematur, di Oxygen Room, Gedung Standard Chartered, Jakarta, 27 Oktober, bersama Standard Chartered Bank, Helen Keller Internasional (HKI), [ORBIS] dan Kasoem Vision Care. Seminar ini merupakan rangkaian peringatan Hari Penglihatan Sedunia 2017.
Bila si kecil terdeteksi mengalami ROP, ia perlu menjalani terapi laser agar pembuluh darah retina bisa berkembang normal. Tetapi pada stadium lanjut, ROP kemungkinan harus ditangani dengan suntikan anti-VGF atau bahkan pembedahan.
ROP yang lambat terdeteksi akan berakhir dengan kebutaan. Spesialis dokter mata anak dari RSCM ini mengungkap, buta sejak bayi berarti ia akan mengalami kebutaan yang lebih panjang dibandingkan kebutaan pada orang dewasa. “Walaupun angka kebutaan tidak setinggi kebutaan pada orang dewasa akibat katarak misalnya, beban emosional, sosial dan ekonomi yang harus ditanggung keluarga, masyarakat dan negara akan jauh lebih besar,” ujar Prof. Rita.
Skrining ROP paling efektif dilakukan sebelum usia gestasional bayi 42 minggu. Semakin dini kelahirannya, semakin cepat ia perlu menjalani skrining. Setelah melalui perawatan di NICU dan ketika kondisinya sudah stabil, dokter anak bisa langsung merujuk ke dokter spesialis mata atau ophthalmologist untuk melakukan skrining. Umumnya RS besar di Jakarta sudah memiliki fasilitas ini sehingga Moms & Dads pun bisa mengingatkan dokter anak untuk menjadwalkan skinning si kecil.
Tetapi memang jumlah dokter mata dan peralatan skrining masih terbatas di Indonesia. Melalui program Seeing is Believing (SiB) dari Standard Chartered Bank dan HKI, para ophthalmologist di RSCM kini dapat melakukan skrining ROP mobile ke RSUD-RSUD di Jakarta. SiB juga telah membangun Eye Center pertama untuk anak di Makassar, Sulawesi Selatan dan melakukan skrining mata anak-anak di NTB.
“Penanganan ROP adalah salah satu bagian program. SiB, yang telah berjalan sejak 2003, fokus pada kampanye penyadaran terhadap pencegahan kebutaan yang dapat dihindari atau disembuhkan,” ujar Dody Rochadi, Country Head Corporate Affairs Standard Chartered Bank Indonesia.