Angka stunting atau perawakan pendek disebabkan asupan nutrisi tidak optimal, masih tinggi di negara kita, Moms & Dads. Menurut data Riskesdas 2013, ada sekitar 8,9 juta anak Indonesia yang mengalaminya. Stunting bukan sekadar postur pendek, tetapi juga si anak memiliki kemampuan kognitif rendah akibat pertumbuhan otak terhambat, sehingga akan sangat mempengaruhi kualitas bangsa kita kelak.
Miris ya, Moms & Dads. Padahal sebagai negara yang kaya sumber daya alam, si kecil harusnya bisa mendapatkan asupan gizi seimbang yang cukup. Bahayanya, kondisi akibat gizi buruk di dua tahun pertama ini bersifat irreversible sehingga pertumbuhan fisik dan kecerdasan si kecil terganggu secara permanen.
“Stunting bisa dideteksi dini dengan melakukan pemantauan pertumbuhan anak yang rutin. Anak harus ditimbang berat badan, diukur panjang dan lingkar kepalanya lalu disesuaikan dengan grafik pertumbuhan. Bila ada gejala mal nutrisi, dokter akan mencari penyebabnya dan menanganinya,”tutur Dr. dr. Damayanti R. Sjarif, SpA(K), Dokter Anak Sub Spesialis Nutrisi dan Penyakit Metabolik Pada Anak dalam talkshow, yang dimoderatori Dr. Leilani Lestarina Muhardi, M.Sc, M.Phil – Head of Healthcare Nutrition Science Danone ELN Indonesia, di Westin Hotel, Jakarta, 13 September.
Dr. Damayanti menekankan pentingnya edukasi tentang asupan gizi seimbang untuk Moms & Dads. Di periode ASI eksklusif umumnya belum terjadi masalah. Begitu memasuki periode pemberian MPASI, banyak orangtua yang kurang dapat memenuhi asupan gizi seimbang untuk si kecil. Bahkan ada orangtua yang membatasi asupan gizi tertentu, seperti karbohidrat dan protein hewani.
“Ini bukan karena faktor ekonomi, tetapi lebih karena faktor edukasi. Pencegahan stunting kuncinya adalah mendapatkan makanan bergizi seimbang yang cukup. Untuk tumbuh tinggi, asupan protein hewani sangat perlu. Susu, telur, ikan, ayam dan daging merah adalah sumber protein tinggi.”
Perlu diingat bahwa tidak semua anak pendek stunting dengan kecerdasan rendah. Si kecil yang pendek dengan tubuh tidak proporsional adalah akibat kelainan genetik. Si kecil yang pendek tapi proporsional juga belum tentu karena mal nutrisi jangka panjang, bisa karena kelahiran prematur, mengidap penyakit tertentu atau memang faktor keturunan.
Dalam talkshow yang sama, Professor of International Nutrition, Head of MRC International Nutrition Group & Nutrition Theme Lead of London School of Hygiene & Tropical Medicine, UK, Andrew Prentice mengungkap, masalah mal nutrisi anak juga dipengaruhi masalah kebersihan, sanitasi dan akses air bersih. “Anak usia di bawah dua tahun rentan terhadap infeksi dan penyakit,” katanya.
Stunting diawali dengan gagal tumbuh atau faltering growth, kondisi si kecil mulai menunjukkan stagnansi atau penurunan pertumbuhan bila dilihat dari grafik. Dari study yang telah dilakukan Prof. Prentice di Ghana, Afrika, pemberian makanan tambahan telur satu butir sehari untuk si kecil bisa memperbaiki pertumbuhannya. Sementara di Gambia, memperbaiki kualitas air, pemberian makanan bergizi dan imunisasi berhasil menurunkan angka perawakan pendek .
“Asupan protein hewani sangat penting, termasuk produk susu. Saya lihat di Indonesia, tidak banyak mengonsumsi susu dan kurang protein hewani lainnya. Diet berkualitas adalah makanan beragam, layak dan bergizi seimbang, serta minimalkan junk food. Makanan berenergi tinggi tetapi rendah nutrisi, tidak baik untuk anak, ” ujarnya.
Prof. Prentice menambahkan, untuk mengoptimalkan pertumbuhan si kecil, Moms & Dads perlu memperhatikan jadwal tidurnya. “Hindari anak tidur terlalu malam. Growth hormone bekerja optimal saat deep sleep malam hari.”
Prof. Andrew Prentice dan Dr. dr. Damayanti R. Sjarif, SpA(K)