
Ginjal sehat untuk setiap orang di mana saja. Itulah tema Hari Ginjal Sedunia atau World Kidney Day, yang diperingati setiap Kamis minggu kedua Maret atau 14 Maret tahun ini. Gangguan ginjal ada dua jenis, Moms & Dads, penyakit ginjal kronik atau PGK dan gangguan ginjal akut yang menjadi salah satu penyebab PGK.
PGK adalah kelainan dari struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari tiga bulan. Timbul perlahan dan menahun sehingga kadang terlambat dikenali dan berkembang menjadi gagal ginjal tahap akhir. Data Riskesdas 2018 menyebut persentase PGK masih tinggi, sebesar 3,8% dengan kenaikan 1,8% dari data 2013. Beban negara juga tinggi. Data BPJS menyebut total biaya yang dikeluarkan untuk prosedur dialisis sebesar 3,3 triliun rupiah hingga saat ini atau sekitar 17%.
“Gagal ginjal menempati posisi kedua dari biaya yang dikeluarkan JKN untuk penyakit katastropik atau penyakit berbahaya mematikan,” ujar dr. Budi Mohamad Arief, Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS, dalam jumpa pers Peringatan Hari Ginjal Sedunia 2019 di JS Luwansa Hotel, Jakarta, 13 Maret.
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) sepakat dengan Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan dan pihak swasta untuk menerjemahkan tema Hari Ginjal Sedunia 2019 sebagai upaya pencegahan penyakit dan meningkatkan akses layanan kesehatan ginjal. Ada dua macam faktor risiko penyakit ginjal, yang bisa dicegah dan tidak dapat dicegah. Usia lanjut dan genetik adalah faktor risiko yang tidak dapat dicegah. Sementara hipertensi, diabetes mellitus, obesitas dan semua yang berkaitan dengan pola hidup kita, adalah faktor risiko yang bisa dicegah, Moms & Dads.
“Hipertensi dan diabetes mellitus adalah dua penyakit yang menjadi faktor risiko utama PGK. Penting dilakukan skrining untuk diagnosis dini,” ujar dr. Aida Lydia, PhD., Sp.PD-KGH, Ketua Umum PB PERNEFRI. Ia menambahkan, “Itu sebabnya perlu meningkatkan akses pelayanan kesehatan ginjal untuk semua orang di mana saja. Tapi faktanya, sebagai negara kepulauan, akses tersebut di Indonesia belum merata. Jumlah dokter spesialis ginjal dan perawat ginjal pun masih kurang.”
Direktur Pencegahan dan pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Kemenkes RI, dr. Cut Putri Arianie, MHKes. mengungkap, pencegahan di tahap faktor risiko sebenarnya paling mudah dilakukan. Tetapi masa transisi ekonomi, teknologi dan usia harapan hidup yang meningkat berpengaruh besar pada gaya hidup yang kurang aktif dan kurang sehat.
“Untuk ginjal sehat dibutuhkan perubahan perilaku yang revolusioner. Kami sendiri gencar mempromosikan CERDIK dan gaya hidup sehat lainnya di ruang publik, termasuk di media sosial, web dan lewat para agent of change serta Posbindu,” papar dr. Cut Putri Arianie.
Gaya hidup sehat di antaranya menghindari asap rokok dan cukup beraktivitas fisik minimal 30 menit sehari. Selain itu, memperhatikan asupan nutrisi sehari-hari, termasuk asupan garam tambahan yang maksimal satu sendok teh per hari, dan cukup cairan. Kemenkes bahkan punya program komik Si Amir untuk mengajak anak-anak memenuhi kebutuhan asupan cairan mereka.
PT Fresenius Medical Care Indonesia (FMCI) mendukung upaya meningkatkan kesehatan ginjal tersebut lewat program CSR. “Kami telah melakukan beberapa kegiatan, seperti edukasi ginjal sehat kepada lebih dari 500 siswa SD dan SMP, melatih sekitar 100 kader dan 100 perawat hemodialisis setiap tahunnya serta meningkatkan kapasitas dokter lewat seminar dan workshop. Tahun ini kerjasama dengan Kemenkes terus berlanjut,” tutur dr. Parulian Simandjuntak, Managing Director FMCI.
