Moms & Dads, si kecil terlahir normal bukan berarti tanpa masalah. Bisa saja ia mengalami kelainan metabolik bawaan, yang baru terdeteksi setelah memasuki tahap makan. Kelainan ini memang masih digolongkan sebagai rare disease atau penyakit langka di dunia. Tetapi akibatnya sangat fatal karena menjadi penyumbang angka kematian di tahun pertama hingga 35%.
“Penyakit kelainan metabolik bawaan umumnya disebabkan karena ada enzim tertentu yang tidak terbentuk dalam tubuh,” ujar Dr. dr. Damayanti R. Sjarif, SpA(K), Ketua Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, di Jakarta, 3 Oktober 2017.
Ia menjelaskan, enzim diperlukan untuk membantu sistem pencernaan tubuh. Tiga macro-nutrient yang dicerna tubuh adalah karbohidrat, protein dan lemak. Tanpa enzim, makro molekul tidak tercerna dan terjadi penumpukan sehingga menyebabkan kerusakan sel. Gejala yang terlihat, adanya perbesaran organ seperti hati dan limpa, membuat perut si kecil tampak buncit tidak wajar. Bisa juga terjadi perbesaran otak, perubahan bentuk tulang, si kecil sulit tumbuh, kehilangan pendengaran dan penglihatan, hingga bentuk wajah yang khas.
Kelompok penyakit kelainan metabolik bawaan ini dikenal dengan nama Lysosomal Storage Disorders atau LSD. Ada dua jenis LSD yang telah ditemukan di negara kita, yaitu Mukopolisakaridosis atau MPS Tipe II dan Gaucher. MPS Tipe II terjadi pada 1 dari 100 ribu orang, dan lebih sering terjadi pada laki-laki. Penyakit ini disebabkan oleh tidak adanya enzim iduronate sulfatose, yang berperan dalam pemecahan mucopolysaccharides, rangkaian molekul gula yang berfungsi menyambungkan jaringan lunak pada tubuh.
Gaucher merupakan penyakit keturunan, dan bisa terjadi pada anak perempuan maupun laki-laki. Penyakit langka ini disebabkan kurangnya enzim acid-β glukosidose, yang berfungsi memecah substansi lemak tubuh glucosylceramide (GL-1). Terjadi perbesaran sel yang disebut sel Gaucher dan biasanya ditemukan di limpa, hati dan sumsum tulang.
“Ada tiga tipe Gaucher, yang banyak terjadi adalah Gaucher tipe 1. Tipe 1 bisa ditangani dengan terapi sulih enzim dan tidak mengganggu perkembangan otak,” ujar dr. Klara Yuliarti, SpA(K), staf Nutrisi dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM.
Dalam diskusi media yang digelar Sanofi Indonesia dan IDAI di Mercure Hotel, Jakarta Pusat, 3 Oktober, terungkap penanganan penyakit kelainan metabolik bawaan ini masih sangat sulit. Kendalanya adalah minimnya kesadaran untuk deteksi dini, kesulitan diagnosa hingga biaya pengobatan seumur hidup yang sangat mahal.
“Karena langka, obat kelainan metabolik bawaan disebut Orphan. Ada dua jenis Orphan, berbentuk makanan dan berbentuk obat. Keduanya belum diproduksi di sini. Selain diperlukan bantuan pemerintah untuk masalah bea cukai dan pajak, orangtua juga perlu membentuk komunitas,” jelas Dr. Damayanti.
Untuk meningkatkan kesadaran publik , Sanofi berkomitmen memberikan edukasi seputar isu kesehatan, seperti yang dituturkan dr. F. Arya Wibitomo, MM, MBA, Country Medical Chair Sanofi Indonesia. “Seperti hari ini, kami memberikan pengetahuan serta pemahaman bahwa faktanya kompleksitas dan gejala penyakit langka di Indonesia adalah tantangan tersendiri dalam ilmu kesehatan anak,” ujarnya.