Ketulian bawaan atau tuli sejak lahir kadang tidak terdeteksi dengan cepat. Apalagi bila Moms & Dads merasa tidak ada faktor genetik, yang akan membuat si kecil berisiko mengalami ketulian. Padahal, selain faktor genetik ada beberapa faktor lain yang dapat menjadi penyebabnya.
Menurut data WHO, 0,1-0,2% atau 1 dari 5200 bayi lahir mengalami ketulian setiap tahunnya. Data WHO Multi Center Study 1998 juga menyebut, ada 9% anak tunarungu di dunia dan di negara kita sekitar 4,6%.
Penyebab ketulian bawaan selain faktor genetik, dimulai sejak si kecil dalam kandungan, terutama pada kehamilan trimester pertama. Moms yang terinfeksi campak Jerman atau Rubella, toksoplasmosis hingga herpes dan syphilis di awal kehamilan berisiko besar melahirkan si kecil dengan masalah pendengaran.
Bagaimana cara mencegahnya? Ketua Perhimpunan Ahli THT Bedah Kepala Leher PERHATI KL, dr. Soekirman Soekin, Sp.T.H.T.K.L, M.Kes menjawab,”Itu sebabnya mulai tahun ini pemerintah menggalakkan imunisasi Rubella untuk wanita pra nikah usia produktif yang nantinya akan hamil. Infeksi Rubbela selain menyebabkan ketulian pada bayi, bisa memicu katarak hingga kelainan jantung dan otak.”
Selain infeksi virus, tuli sejak lahir juga bisa terjadi bila Moms memiliki masalah kesehatan, seperti diabetes dan tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi yang memicu preeclampsia dapat menyebabkan si kecil lahir prematur dan berisiko mengalami gangguan pendengaran serta masalah lainnya.
Pola hidup sehat dan menghindari makan makanan mentah yang kemungkinan mengandung toksoplasma, bisa Moms terapkan sebagai upaya pencegahan. Selain itu, setelah si kecil lahir segera lakukan deteksi dini agar bila ada masalah pendengaran, dapat teratasi dengan baik. Menurut dr. Soekirman, pendengaran si kecil sudah bisa dideteksi dengan cara sederhana setelah dua hari lahir.
“Untuk deteksi dini ini, kami menatar para bidan dan dokter umum. Sekarang sudah ada sekitar 5000 bidan yang kami tatar di seluruh Indonesia. Cara mendeteksinya tidak perlu alat mahal, cukup dengan mendentingkan gelas saja, bayi usia dua hari akan merespon bila pendengarannya normal. Jika terlambat dideteksi, bayi dengan ketulian bawaan tidak akan bisa bicara,” paparnya.
Jangan salah, Moms & Dads, si kecil dengan masalah pendengaran pada awalnya akan tampak seperti bayi normal. Ia juga bisa menangis keras sejak lahir dan bahkan mengeluarkan suara-suara di usia beberapa bulan. Bedanya, gangguan pendengaran akan membuat si kecil tidak merespon suara keras, tetap tidur pulas di tengah kebisingan dan di usia satu tahun belum bisa bicara. Normalnya, di usia satu tahun anak sudah bisa mengucapkan dua kata berarti.
Masalah pendengaran yang terdeteksi dini akan bisa segera ditangani tim medis sesuai tingkat keparahannya. Serangkaian tes akan dilakukan di rumah sakit untuk menentukan ambang batas pendengaran. “Bayi yang terdeteksi ketulian berat atau sangat berat pada usia 3 bulan, sudah bisa dipasang alat bantu dengar di usia 4 bulan misalnya. Alat bantu dengarnya berbeda dengan orang dewasa, ditempel di kepala bukan di telinga, agar tidak bisa diraih bayi,” jelas dr. Soekirman.