Pfizer Indonesia bekerjasama dengan Business Council for International Understanding (BCIU) menyelenggarakan forum tingkat-tinggi membahas mengenai Antimicrobial Resistance atau Resistensi Antimikroba (AMR) sebagai masaah kesehatan global serta dampaknya di Indonesia dan Asia Tenggara. Forum ini dihadiri oleh sejumlah pejabat dari Kementrian Kesehatan, ahli kesehatan terkemuka dari berbagai institusi, yang menyadari bahwa AMR adalah tantangan yang berkembangan dan kolaborasi semua pihak menjadi kunci bagi terciptannya solusi berkelanjutan dalam mengatasi ancaman AMR.
Pembahasan dalam forum ini menyoroti keberhasilan dan tantangan dari implementasi pendekatan penanggulangan AMR selama ini. AMR merupakan permasalahan global yang semakin berkembang dengan munculnya pstogen ESBL-producing bacteria dan CRE. Pada tahun 2050, diperkirakan dari 4,7 juta orang di Asia Pasifik meninggal setiao tahunnya karena infeksi yang sebelumnya dapat disembuhkan oleh antibiotik, dan hal ini merupakan angka kematian tertinggi yang di proyeksikan secara global. Faktor-faktor unik yang melatar belakangi kondisi ini di Asia Pasifik (diantarannya kondisi lingkungan, sosio-ekonomi, pertanian, geografis dan demografis) berarti kawasan ini merupakan pusat permasalahan AMR yang berdampak pada sistem kesehatan. Sebagai kawasan hunian bagi 60% populasi dunia, banyak negara berpenghasilan rendah-menengah di kawasan ini ditengarai menerapkan kebijakan kesehatan yang memerlukan penguatan, dan antibiotik seringkali diperoleh dengan mudah.
Dengan populasi sekitar 260 juta jiwa, Indonesia merupakan negara dengan populasi terbanyak ke-4 di dunia. Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat resistensi tertinggi terhadap imipenem yaitu sebanyak 6% di antara negara-negara Asia lainnya. Berdasarkan survei Kesehatan Nasional 2013, sekiatar 86% antibiotik di Indonesia disimpan tanpa resep dokter. Dalam forum ini, peserta membahas penggunaan antibiotik secara rasional pada berbagai tahap infeksi dan bagaimana meningkatkan pengaturan klinis terhadap antibiotik baru yang sudah disetujui.
Pfizer memahami urgensi untuk bertindak sekarang, juga pentingnya untuk melakukan langkah-langkah spesifik dengan memanfaatkan potensi yang ada serta pengetahuan dalam mengenai AMR. Berbekal pengalamannya yang luas dalam anti-infeksi dan vaksin, Pfizer terus menjalin kemitraan untuk membangun dan memerluas kemampuan patologi dan kapabilitas medis, meningkatan pengumpulan dan penggunaan data, untuk mengatasi ancaman AMR di Indonesia. Tahun 2018, Pfizer berkontribusi pada peluncuran Panduan Praktik Klinis tentang Complicated Intra-Abdominal Infection: dsri Perspektif Indonesia. Ini merupakan pedoman nasional pertama yang dikembangkan melalui kemitraan 5 asosiasi medis.
Anil Argilla, Presiden Direktur PT Pfizer Indonesia, menekankan pentingnya kemitraan publik dan swasta untuk membangun kesadaran masyarakat dan menyatakan bahwa kolaborasi merupakan hal yang sangat penting dalam memerangi ancaman AMR yang semakin meningkat.
Anil mengatakan, “Kami mendukung upaya pemerintah untuk mengembangkan materi sosialisasi panduan Antibiotic Stewardship Program (ASP) bersama dengan Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) Kementrian Kesehatan RI dan asosiasi medis terkait. Tahun depan, kami akan mendukung pelatihan dan lokakarya-lokakarya tentang implementasi Program Antimicrobial Stewardship di lebih dari 30 rumah sakit di seluruh Indonesia.”
Sebelumnha pada Oktober tahun ini, Kelompok Kerja Gabungan Antimicrobial Stewardship KTT Penanggulangan AMR Asia Pasifik yang terdiri dari para ahli mikrobiologi klinis, pengendalian infeksi, penyakit menular dan perawatan kritis se-Asia Pasifik menyusun rencana kerja yang dapat ditindaklanjuti dalam memberdayakan peran pemerintah, manajemen rumah sakit, tenaga kesehatan dan masyarakat luas untuk mengatasi epidemik ini di seluruh wilahah Asia Pasifik. Rencana kerja ini mencakup inisiatif-inisiatif khusus seperti pengembangan materi AMS blueprint pertama di kawasan ini dan pelaksanaan pelatihan khusus pengendalian resistensi antimikroba untuk rumah sakit dengan sumber daya yang terbatas.