Teknologi pengobatan inovatif Antibody Drug Conjugate (ADC) dapat meningkatkan harapan hidup pasien kanker Limfoma Hodgkin (kelenjar getah bening) yang mengalami kekambuhan. Kanker Limfoma Hodgkin menyerang kelenjar getah bening yang terletak di leher dan kepala. Pengobatan ini merupakan salah satu bagian dari manajemen tatalaksana kekambuhan non transplantasi dalam bentuk targeted therapy yang menggabungkan monoclonal antibody dan zat sitotoksik serta mampu secara spesifik mengenali dan membunuh sel kanker. Di Indonesia terdapat 1.047 kasus baru dan 574 orang meninggal pada tahun 2018. Insiden Limfoma Hodgkin memiliki dua puncak yaitu pada saat usia dewasa muda (20-24 tahun) dan lanjut usia (75-79 tahun).
“Perjalanan penyakit saya berawal tahun 2013, bermula dari sakit demam tinggi dan muncul benjolan di leher awalnya mengira hanya sakit TBC, sehingga kondisi saya semakin memburuk. Benjolan di leher membesar dan sesak di dada, terasa lemas, dan kelelahan ekstrim. Setelah dilakukan pengangkatan di leher, diagnosa saya akhirnya ditegakan bahwa saya terkena Kanker Limfoma Hodgkin stadium 4,” kata Intan Khasanah sebagai Survivor Kanker Limfoma Hodgkin.
“Limfoma Hodgkin memiliki angka kesembuhan yang tinggi. Meski demikian, masih ada kemungkinan kecil (10-30%) kambuh. Pengobatan Limfoma Hodgkin kambuh adalah kemoterapi dosis tinggi yang dilanjutkan dengan transplantasi sumsum tulang. Regimen kemoterapi untuk kasus Limfoma Hodgkin kambuh tidak banyak mengalami perubahan dalam 30 tahun terakhir ini. Transplantasi sumsum tulang juga tidak selalu dapat dilakukan pada kasus Limfoma Hodgkin kambuh karena masalah finansial dan ketidakmampuan fisik terutama pasien-pasien lanjut usia,” Jelas Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, SpPD-KHOM, M.Epid, Dokter Spesialis Hematologi Onkologi Medik RSCM.
“Jumlah RS Khusus Kanker di Indonesia sampai saat ini tidak banyak dan menghadapi berbagai tantangan antara lain Sumber Daya Manusia yang masih perlu dikembangkan. Jumlah dokter Onkologi masih sangat terbatas dan SDM keperawatan, staf radioterapi, staf kedokteran nuklir yang memiliki keahlian khusus untuk melakukan tindakan spesifik untuk kanker jumlahnya masih kurang, sehingga diperlukan pelatihan khusus bagi SDM tersebut. Mochtar Riady Comprehensive Cancer Centre (MRCCC), Merupakan salah satu rumah sakit yang memiliki ijin sebagai rumah sakit khusus kanker tipe A dan melayani 60% pasien kanker dan 40% non kanker.” Kata dr. Adityawati Ganggaiswari, M.Biomed, Direktur Mochtar Riady Comprehensive Cancer Centre (MRCCC) Siloam Hospital Semanggi.
“Takeda perusahaan yang memegang prinsip PTRB, yaitu patient, trust, reputation dan business mengedepankan pasien sebagai prioritas utama dan pusat dari apa yang kita lakukan, sehingga akses pasien terhadap obat merupakan fokus dari aktifitas yang Takade lakukan”, kata Idham Hamzah, Presiden Direktur Takeda Indonesia.
“Salah satu cara meningkatkan akses dengan Takeda berkolaborasi dengan berbagai pemangku kebijakan untuk usaha peningkatan diagnosa dan strategi pembiayaan obat serta program Coorporate Social Responsibility (CSR). Takeda memiliki beberapa jenis program akses untuk pasien terhadap obat-obatan seperti Program Bantuan Pasien (PAP) dan Program Pasien (NPP),” tambahnya.
“Takeda Indonesia telah menerapkan program bantuan pasien (PAP) untuk Brentuximab Vedotin, menggunakan pendekatan inovatif, berbasis status kemampuan individual untuk membantu pasien menyelesaikan seluruh rangkaian pengobatan yang ditentukan,” jelasnya.
“Lebih dari itu untuk mendukung pasien mendapatkan pengobatan terbaik, Takeda Indonesia juga berkolaborasi dengan ahli patologi lokal untuk meningkatkan kompetensi diagnosis mereka melalui organisasi kedokteran seperti Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI), utamannya Kelompok Studi Patologi Limfoma (KSPL). Takeda Indonesia juga berkomitmen untuk memberikan pendidikan medis berkelanjutan bagi tenaga kesehatan guna peningkatan kualitas pelayanan bagi pasien,” tutupnya.