Moms & Dads, sosok pemimpin perempuan tidak asing di bumi Nusantara ini. Bahkan sudah ada sejak berabad-abad lalu. Dan sejarah mencatat seorang Ratu Shima sebagai pemimpin Kerajaan Kalingga yang bijak, tegas dan adil di abad ke-6.
“Ratu Shima adalah tokoh pemimpin perempuan yang sukses di masanya,” ujar Putut Budi Santosa, penggagas, penulis sekaligus sutradara Dramatari Jawa Kontemporer Trilogi SHiMa Kalingga, yang digelar Chiva Original Production dan didukung Cemara 6 Galeri –Museum serta Lions Club Jakarta Monas Kalingga.
Pementasan pertama dramatari ini telah digelar pada 2014 dengan judul SHIMA, Kembalinya Sang Legenda. Kini, Moms & Dads bisa menonton sekuelnya, RATU SHIMA, yang akan dipentaskan di Gedung Kesenian Jakarta pada 30 September dan 1 Oktober 2017 nanti. Tidak sekadar menonton karena Moms & Dads sekeluarga pun diajak berdonasi. Sebagian dari hasil penjualan tiket akan digunakan untuk berbagai kegiatan sosial Lions Club Monas Jakarta Kalingga.
Bila pementasan pertama bercerita tentang masa kecil dan perjalanan Shima sebelum menjadi pemimpin, sekuelnya akan menampilkan sepak terjang Shima sebagai Ratu Kalingga. Ia dikenal sebagai ratu yang bertangan besi namun adil, lemah lembut dan dicintai rakyat. Ia sangat anti korupsi dan diakui sebagai ahli strategi perang yang tangguh, sehingga disegani kawan maupun lawan.
“’Aku datang melewati waktu ratusan tahun, untuk merengkuh hati anak cucu keturunanku, agar kalian selalu ingat akan tanggung jawab terhadap warisan leluhurku….’Kalimat ini semacam pesan Ratu Shima yang akan disampaikan dalam pementasan kedua,” tutur Putut Budi Santosa membacakan premis dramatarinya.
Tak banyak literatur tentang sang ratu. Putut mengungkap, untuk menyiapkan trilogi ini ia melakukan observasi sejak tahun 2013, terutama di daerah bekas Kerajaan Kalingga, seperti Dieng, Semarang, dan di Candi Prambanan. Ia juga banyak dibantu ahli sejarah dan arkeolog Prof. Edi Sedyawati, mantan Dirjen Kebudayaan RI, yang tetap aktif sebagai dosen di usia 78 tahun.
Sosok ratu yang adil ini ditampilkan oleh penari Vivid F. Argarini, puteri seniman besar Yogyakarta, mendiang S. Kardjono. Penari yang juga motivator dan mantan CEO majalah remaja ini mengungkap, banyak pesan yang ingin disampaikan lewat pementasan RATU SHIMA.
“Ratu Shima sosok pemimpin yang tegas dan adil, bahkan ia menghukum keras putranya sendiri yang melanggar aturan Kalingga,“ ujar mom 3 putra ini saat jumpa pers di Cemara 6 Galeri – Museum, Jakarta Pusat, 19 September 2017.
Vivid Argarini menambahkan, ”Ada keberagaman di sini. Penari yang tampil datang dari berbagai generasi, mulai anak-anak hingga orang tua usia 60-an. Pementasan juga dikemas secara kontemporer sehingga dapat dinikmati semua usia.”
Keistimewaan pementasan tak hanya terlihat dari koreografi tari, dialog dan narasi berbahasa Indonesia, tetapi juga lewat kostum, aksesori, musik dan banyak unsur lain. Manjusha Nusantara khusus mendesain perhiasannya. Sementara seniman tekstil Lucky Wijayanti sebagai penata kostum, mengeksplor Batik Kalingga dengan menerjemahkan beragam unsur candi ke dalam kain.
“Sebelum menciptakan karya ini, saya mempelajari sejarah dan karakternya,” tutur Lucky Wijayanti, yang banyak menampilkan motif lotus dan tumpal dalam kostum penari, serta menonjolkan warna natural yang tidak glossy.
Pementasan RATU SHIMA juga didukung penari Inul Angela Retno Nooryastuti, Yennie Adrianhy Heriacandra, dan para penggiat serta pencinta Seni Budaya Jawa. Untuk musik, ada komposer dan penata musik Jawa kontemporer Joko Porong.