Kisah pahlawan emansipasi wanita kita, RA Kartini, tak pernah berhenti menginspirasi. Dan sebentar lagi si kecil akan semakin mengenal sosok pahlawan nasional ini lewat film Kartini, produksi Legacy pictures, yang akan mulai tayang 19 April di tanah air.
Sebelum resmi tayang, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Bapak Muhadjir Effendi, sudah terlebih dulu menonton film ini. Beliau pun memberikan rekomendasinya. “Menurut saya filmnya sangat bagus. Pesan-pesan pendidikannya sangat sarat makna, dan semuanya disampaikan dengan penyampaian yang baik, sama sekali tidak ada kesan menggurui. Dan terutama, pesan yang sangat kuat adalah pentingnya literasi untuk anak-anak muda,” ujarnya
Bapak Muhadjir menambahkan,“Kita bisa bayangkan, dengan setting sejarah era Raden Ajeng Kartini waktu itu, betapa susahnya untuk mendapatkan buku saja. Dibandingkan dengan jaman sekarang, mestinya anak-anak harus jauh lebih giat, dengan fasilitas yang melimpah ruah, untuk bahan-bahan bacaan sekarang ini.”
Beliau juga memuji alur cerita film yang sangat runtut, dan sangat mempermainkan emosi penonton sehingga terbawa ke alam masa lalu, ke era Kartini sesungguhnya. “Saya sarankan, terutama untuk orang tua, dan juga anak–anak, para siswa untuk bisa menonton film ini, khususnya para siswi, para pelajar putri, untuk bisa meneladani apa yang telah dilakukan oleh RA Kartini,” paparnya.
Film Kartini dibintangi sederet nama yang sudah sangat dikenal. Dian Satrowardoyo berperan sebagai Kartini, ada juga Christine Hakim yang memerankan Ngasirah, ibu kandung Kartini. Sementara Djenar Maesa Ayu berperan sebagai R.A. Moeryam, istri Raden Mas Aryo Sosroningrat dan ibu tiri Kartini. Ada juga Adinia Wirasti, Acha Septriasa dan Denny Sumargo sebagai saudara Kartini.
“Membuat film sejarah itu secara tidak langsung seperti merekonstruksi skenario Tuhan,” ujar Christime Hakim. “Saya punya tanggung jawab moral yang lebih besar, jauh lebih besar dibanding karya-karya lainnya. Itulah sebabnya saya perlu menapak tilas kehidupan Ngasirah, Kartini dan kelurga Sosroningrat sampai ke Jepara, Rembang, dan Kudus. Saya berusaha juga menapak tilas batin Ngasirah dan terutama Kartini.”
Ia menambahkan, “Dilema Kartini itu luar biasa besarnya. Memilih tidak menerima beasiswa dari pemerintah Belanda itu bukan kekalahan menurut saya, tapi suatu pilihan. Pilihan Kartini menurut saya tidak bisa dianggap sebagai kegagalan karena mempertahankan akar budaya bangsa juga penting. Bangsa yang tercabut dari akarnya, maka dia akan goyah.”
Ini pertamakalinya Christine Hakim bekerja sama dengan duet sutradara Hanung Bramantyo dan produser Robert Ronny. Khusus untuk film Kartini, Hanung Bramantyo ingin mengangkat sisi lain yang belum banyak diketahui publik. “Di film ini saya ingin mengajak orang melihat sebuah paparan kehidupan. Saya ingin penonton belajar dari film ini bukan karena petuah-petuahnya, tetapi dari bagaimana sikap Kartini dan aksinya,” ujar Hanung.