Si kecil yang beranjak remaja pasti sering menggunakan headphone maupun earphone. Entah itu saat mendengarkan musik, bermain games, menonton video di gadget maupun menelepon. Hati-hati, Moms, terlalu lama terpapar bunyi seperti itu bisa menyebabkan ia mengalami gangguan pendengaran.
WHO, organisasi kesehatan dunia, bahkan memprediksi milyaran remaja berisiko mengalami gangguan pendengaran akibat perilaku mendengarkan sesuatu secara tidak aman. Data 2015 menyebut, ada sekitar 43 juta orang berusia 12-35 tahun yang mengalami gangguan pendengaran. Dan 50% nya akibat penggunaan perangkat audio personal.
“Indera pendengaran merupakan investasi masa depan dan salah satu faktor penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia yang cerdas dan produktif. Banyak anak sulit menerima pelajaran di kelas, setelah diperiksa ternyata ia mengalami masalah pendengaran,” papar dr. H. Mohamad Subuh, MPPM, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, pada peringatan Hari Pendengaran Dunia, di Gedung D, Ditjen PPTM, Jakarta Pusat, 20 Maret 2017.
Mendengarkan musik melalui earphone dengan volume berlebih dalam waktu lama atau berulang memicu gangguan pendengaran akibat bising atau GPAB. GPAB bisa bersifat sementara, bisa juga permanen. Disebut bising bila bunyi berkekuatan 85 dB ke atas. Sebagai perbandingan, suara berbisik sekitar 30-40 dB dan suara obrolan biasa sekitar 60 dB.
“Sebaiknya menggunakan earphone tak lebih dari 60 menit lalu break dan jangan dibawa tidur sampai berjam-jam,” saran dr. Soekirman Soekin, Sp.T.H.T.K.L, M.Kes – Ketua Perhimpunan Ahli THT Bedah Kepala Leher PERHATI KL.
Selain penggunaan earphone dan sejenisnya, GPAB bisa disebabkan kebisingan di lingkungan sekitar, seperti di bandara dan pelabuhan, pabrik, bengkel, bahkan di jalanan. Contohnya, bunyi angkot di Sorong, Papua bisa mencapai 110 dB! Hati-hati juga dengan suara super keras saat menonton konser atau waktu main petasan.
Peringatan Hari Pendengaran Dunia atau World Hearing Day, yang ditetapkan setiap tanggal 3 Maret, tahun ini meluncurkan inisiatif global Sound Hearing 2030 (SH 2030), yang dimulai di Asia Tenggara. Di negara kita, SH 2030 adalah: Setiap penduduk Indonesia mempunyai hak untuk memiliki derajat kesehatan telinga dan pendengaran yang optimal pada 2030. Jadi, lindungi kesehatan pendengaran bukan hanya diri sendiri, tapi juga orang-orang di sekitar kita, termasuk si kecil.