Tak ada batasan untuk belajar. Ketika si kecil lahir, ia mulai mempelajari keadaan di sekitarnya. Moms & Dads dan keluarga di rumah adalah guru-guru pertama buatnya. Inilah inti dari home learning, pendidikan berbasis keluarga dengan peran aktif orangtua dan tak mengenal batas.
“Children see, children do,” ujar Aranggi Soemarjan, Founder dan CEO Clevio Coder Camp dalam seminar tentang pendidikan modern, di acara peluncuran buku Home Learning: Belajar Seru Tanpa Batas, di Function Room, Gramedia Matraman, Jakarta, 15 Maret. Ia menambahkan, “Ajari anak mengambil keputusan yang baik dan belajar hidup dari kesalahan yang pernah ia buat. Semangat home learning adalah merdeka belajar. Merdeka untuk memilih belajar di luar sekolah.”
Salah satu penulis buku Home Learning: Belajar Seru Tanpa Batas, Natalia Ridwan, mengungkap, pendidikan tentang attitude, empati dan kerohanian sebaiknya dijadikan prioritas di rumah. Ia sendiri memutuskan anak pertamanya pindah dari jalur sekolah reguler ke homeschooling pada 2009, setelah merasa si kecil mendapat banyak pengaruh negatif di sekolah. “Sekarang anak saya sudah 17 tahun dan mulai kuliah di kampus biasa,” ujar mom yang juga principal sebuah perusahaan broker property ini.
Bersama kedua temannya, Ning Nathan dan Yulianti Hendra yang sama-sama memutuskan jalur homeschooling untuk buah hati mereka, Natalia menyusun Home Learning: Belajar Seru Tanpa Batas sebagai panduan untuk Moms & Dads menerapkan home learning buat si kecil. Ketiga moms ini berbagi pengalaman masing-masing dalam buku yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama tersebut.
Ning Nathan misalnya, mom dua putra ini memutuskan terlibat penuh dalam pendidikan anak-anaknya sejak 2008. Pada 2015, ia menjalankan homeschooling untuk putra keduanya yang berkebutuhan khusus. “Di sekolah regular ia sulit beradaptasi. Pendidikan perlu disesuaikan dengan kondisi anak. Saya berusaha menolong dia untuk suka belajar, menanamkan kebiasaan baik dan memandang masa depan. Sekarang dia sedang suka belajar video editing,” tutur mom yang sebelumnya menerbitkan buku Tuhan Tidak Salah Desain bersama Gramedia.
Pengalaman Yulianti Hendra lain lagi. Sarjana Teknik Sipil ini memilih jalur homeschooling sejak 2006 untuk si kecil karena kesulitan menemukan sekolah yang sesuai ketika pindah rumah. Proses menjalankan homeschooling dipenuhi trial & error sehingga akhirnya ia mampu memodifikasi kurikulum yang sudah ada agar lebih sesuai dengan kebutuhan anaknya.
“Banyak orangtua yang galau dan bingung saat ingin menerapkan homeschooling. Buku ini bisa jadi panduan. Kami juga mencantumkan piramida perkembangan untuk membantu proses home learning. Piramida ini berisi tahapan belajar anak. Salah satu contohnya, di usia 3 tahun anak sudah bisa diajari keterampilan sederhana dan kebiasaan hidup bersih,” papar Yulianti, yang juga pengurus Jakarta Homeschooling Club. “Dalam piramida, pendidikan akademis justru ada di paling ujung,” tambah Natalia.