Menjual sebuah produk tentu memerlukan metoda marketing yang tepat. Iming-iming hadiah fantastis sah saja dan biasanya dilakukan lewat undian. Moms & Dads tentu bakal merasa sangat beruntung bila suatu kali mendapatkan hadiah besar lewat undian setelah membeli produk tertentu.
Tapi pernahkah mendapatkan hadiah fantastis tanpa ‘membeli’ apapun? Bahkan setelah menerima sample produk secara percuma? Contohnya, saat Moms atau Dads berjalan-jalan di mal. Seseorang datang memberikan sample produk sederhana seperti sabun aroma terapi atau koyo herbal. Lalu ia meminta Moms & Dads menuliskan data dan memilih kertas undian bonus. Tadaaa..! Ternyata Moms & Dads memenangkan sebuah kompor induksi berharga belasan juta! Masih ada hadiah lainnya, voucher diskon berbelanja produk di toko tersebut.
Moms & Dads bisa membawa pulang hadiah fantastis itu hanya setelah memanfaatkan voucher belanja. Tahukah Moms & Dads? Barang yang harus Moms & Dads beli pilihannya terbatas dengan range harga yang sudah ditentukan. Minimal harganya tak jauh berbeda dengan hadiah yang Moms & Dads dapatkan.
“Kasus seperti ini sudah saya tangani sejak tahun 2000 dan sampai sekarang masih menjamur,” ujar Sularsi, SH, Wakil Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta. Ia menjelaskan, dengan metoda marketing seperti itu, konsumen terjebak membeli produk dengan harga yang jauh lebih mahal. Dan belum tentu konsumen benar-benar membutuhkan barang tersebut.
“Artinya, konsumen tidak mendapat informasi yang benar tentang obyek yang akan diperjualbelikan. Yang diinformasikan lebih kepada hadiah-hadiahnya. Misalnya, hadiah ada lima items, padahal ini bukan hadiah gratis. Lima items ini kalau digabung dengan obyek yang harus dibeli menjadi satu kesatuan harga. Bahkan lebih mahal dari kalau kita beli di luar,” tutur Sularsi.
Sarannya, Moms & Dads harus menjadi konsumen cerdas, tidak mudah tergiur dengan hadiah-hadiah tadi. Selain itu, tetapkan hati dan pikiran untuk membeli sesuai kebutuhan, bukan membeli berdasarkan rayuan gombal penjual.
“Harusnya, kalau memang penjualnya fair, dia akan mengatakan, ‘Bu, membeli barang A akan dapat lima. Bukan kebalik. Ini adalah strategi yang keliru, memanfaatkan ketidaktahuan konsumen. Ini jebakan dan penipuan karena memberikan informasi yang menyesatkan konsumen. Termasuk dalam pelanggaran Undang-undang Perlindungan Konsumen dengan memberikan informasi yang tidak benar,” papar Sularsi, yang juga aktif di YLKI.
Menurut Sularsi, metoda marketing tersebut memanfaatkan sisi psikologis konsumen. Para penjual cenderung memilih konsumen yang sendirian atau bahkan memisahkan konsumen dari keluarganya, sementara mereka bergabung untuk membujuk.
“Memang dari awal sudah ada niat pengelabuan pada konsumen. Metoda ini masih menjamur sampai sekarang. Konsumen boleh melakukan pengaduan karena ini melanggar pasal perlindungan konsumen,” tutup Sularsi. So, hati-hati dengan rayuan hadiah besar ya, Moms & Dads.