Penyakit seribu wajah, Lupus Eritematosus Sistemik atau LES bisa menyerang siapa saja, Moms & Dads. Tapi dari beragam data statistik, termasuk data RSCM, lupus lebih banyak menyerang wanita. Ini berkaitan dengan salah satu faktor risikonya, yaitu faktor hormonal. Dari penelitian, angka pertumbuhan LES meningkat sebelum periode menstruasi atau selama kehamilan, membuat para ahli menduga hormon estrogen menjadi salah satu pencetus.
Tapi apakah lupus, terutama LES, membuat tingkat kesuburan Moms menurun? Ternyata tidak. Hanya saja, Moms yang termasuk odapus atau orang dengan lupus, lebih berisiko mengalami hipertensi, pre-eclampsia dan keguguran. Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Reumatologi Indonesia, dr. Sumariyono, SpPD-KR, MPH dari Divisi Reumatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM mengungkap, ada strategi khusus untuk odapus yang ingin hamil.
“Kendalikan dulu lupusnya selama 6 bulan hingga remisi obat, baru Moms relatif aman untuk hamil. Sudah ada pasien yang terkendali lalu hamil dan melahirkan dengan lancar. Tapi syaratnya harus taat kontrol. Kalaupun harus konsumsi obat, dokter akan memberikan obat yang non toksik untuk bayinya,” ujar dr. Sumariyono dalam media briefing Hari Lupus Sedunia di kantor P2PTM, Departeman Kesehatan RI, Jakarta Pusat, 8 Mei 2018. Hari Lupus Sedunia sendiri diperingati setiap tanggal 10 Mei.
Tiara Savitri, pendiri Yayasan Lupus Indonesia adalah contoh odapus yang sukses hamil dan melahirkan buah hatinya. Tiara terdiagnosa lupus pada tahun 1987, jauh sebelum ia menikah. Setelah mengalami tiga kali keguguran, ia akhirnya melahirkan putra tunggalnya, Kemal.
“Waktu hamil pertama, sebetulnya dokter saya sudah mengatakan tidak boleh langsung hamil, tapi harus terkontrol dulu. Kondisi lupusnya harus oke dan tidak ada obat-obatan yang bisa mempengaruhi janin. Tapi karena waktu itu saya bandel dan tidak mendapatkan info yang tepat, saya langsung hamil. Semula dokter berusaha membuat kehamilan saya sehat, tetapi akhirnya tetap harus dikeluarkan di usia 2,5 bulan karena tidak memungkinkan,” tutur Tiara.
Kehamilan kedua terjadi tiga bulan setelah dikuret dan bertahan hingga usia kehamilan 6 bulan. Saat itu dokter mendeteksi adanya penyumbatan cairan di otak yang bisa membahayakan ibu maupun janin. Tiara sempat hamil lagi tanpa persiapan setelah mengalami kebocoran ginjal pada 1996. Baru setelah itu ia mempersiapkan kehamilan keempat dengan baik, sesuai saran para dokter.
“Untuk bisa hamil lagi, dokter bilang harus bersih dari semua obat. Lupus dan ginjal saya juga harus dalam kondisi baik. Saya diminta berkonsultasi dengan tiga dokter lain. Setelah tiga dokter lain mengizinkan saya untuk hamil, dokter lupus akhirnya memberi izin juga walaupun masih harus menunda hingga 6 bulan ke depan untuk melihat kondisi,” papar mom yang aktif mensosialisasikan lupus ke berbagai pelosok daerah ini.
Kehamilan keempat dijalani dengan lancar tanpa pre-eclampsia. Bahkan di minggu terakhir sudah terjadi bukaan. Tetapi karena Tiara pernah tiga kali keguguran dan berat janin belum sampai 2,5 kg, dokter tak mau ambil risiko dan memintanya menjalani operasi cesar.
“Bayi saya akhirnya lahir dengan berat 2 kg, sehat dan hanya perlu lima hari di incubator. Dokternya bilang, besarin aja di rumah karena kondisinya baik,hasil tes Apgar juga 10/10, tidak ada alasan untuk menahan di RS. ASI juga alhamdulillah cukup banyak. Tapi karena bayinya butuh asupan lebih, dokter menyarankan asupan tambahan. Tapi tetap lebih banyak ASI,” papar Tiara yang saat itu terus memantau perkembangan putranya dari minggu ke minggu. Apalagi di usia 1,5 tahun, ayah Kemal meninggal dunia.
Kemal kini sudah beranjak dewasa dan sering mendampingi ibunya dalam berbagai kegiatan Yayasan Lupus Indonesia. Anggota tim basket ini juga didiagnosa lupus saat masih kelas 4 SD. “Kami ini duo lupus,” canda Tiara. “Rupanya ada faktor genetik untuk lupus di keluarga saya. Kemal, namanya juga anak cowok, suka menantang matahari. Main bola jam 11-12 siang. Saya mulai curiga setelah dia sering demam dan ngeluh sakit di persendian,” tambah mom yang gemar naik gunung bersama putranya ini.
Lewat yayasannya, Tiara ingin mengajak odapus lain untuk lebih per caya diri. Mengidap lupus bukan berarti mereka tak lagi produktif. Dengan pengobatan yang tepat, odapus bisa beraktivitas seperti biasa. Bahkan dengan menerapkan pola hidup sehat, odapus secara bertahap bisa remisi obat alias tak perlu lagi mengonsumsi obat-obatan, yang baru sebagian di-cover BPJS.
“Saya sendiri banyak makan sayur dan buah, olahraga teratur dan mengelola stress. Ini yang paling sulit, tapi kita harus berusaha. Saya juga rutin SALURI, Periksa Lupus Sendiri, dan cek ke dokter,” tutup Tiara.