CRT atau Cardiac Resynchronization Therapy Pacemaker umum dipasang untuk pasien gagal jantung lanjut, Moms & Dads. Tapi ternyata tidak semua pasien yang dipasangi alat untuk mensinkronkan gerak dinding-dinding jantung ini meresponnya dengan baik. Teknologi kedokteran pun berinovasi dengan alat Multipoint Pacing CRT yang terbukti meningkatkan persentase responder.
“Kabel pacu pada Multipoint Pacing CRT dipasang di serambi kanan, bilik kanan dan bilik kiri jantung. Berbeda dengan CRT konvensional, yang hanya memiliki satu elektroda di bilik kiri, pada Multipoint Pacing ada banyak elektroda sehingga kita mempunyai keleluasaan untuk memprogram alat ini sesuai dengan kebutuhan pasien. Untuk membuat gerak jantung kiri dan kanan sinkron sehingga pompanya bisa lebih baik lagi,” tutur dr. Sunu Budhi Raharjo, PhD, SpJP(K) saat jumpa pers di RS Columbia Asia Pulomas, Jakarta, 2 April.
Persentase responder pada alat pacu jantung terbaru ini mencapai 76%, meningkat dari persentase responder CRT biasa yang hanya 57-60%. Kabar menggembirakan, responder yang termasuk kategori super-responder atau ukuran serambi kiri jantungnya berhasil mengecil lebih dari 30%, persentasenya meningkat dari 14% menjadi 34%. Persentase pasien yang sama sekali tidak merespon atau negative responder pun menurun dari 24% menjadi 9% saja. “Artinya benefit jauh lebih terasa oleh pasien kita,” ujar dr. Sunu.
Dokter spesialis jantung di RS Columbia Asia Pulomas ini menjelaskan, pasien gagal jantung memiliki kualitas hidup sangat rendah. Pasien gagal jantung kongestif sering mengalami sesak nafas, pembengkakan kaki dan kelelahan, intoleransi olahraga, nafsu makan berkurang dan depresi. Frekuensi rawat inap di rumah sakit pun cukup tinggi. Mereka memiliki angka harapan hidup dalam lima tahun yang hanya sedikit lebih baik dari pasien kanker paru.
Gagal jantung dapat disebabkan banyak hal. Secara garis besar penyebab terbanyak gagal jantung adalah penyakit jantung koroner 60-75 % dengan beberapa penyebab, seperti hipertensi 75%, penyakit katup 10%, kardiomiopati dan sebab lainnya 10%. Data menyebutkan, 87 persen dari data pasien penyakit jantung koroner yang meninggal mendadak di Indonesia, menderita Aritmia atau gangguan irama jantung.
Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP(K), Guru besar FKUI yang juga ahli jantung dan pembuluh darah RS Columbia Asia Pulomas menjelaskan, “Aritmia dapat terjadi karena adanya gangguan produksi impuls atau abnormalitas penjalaran impuls listrik ke otot jantung. Berdebar merupakan gejala tersering dari aritmia, namun spektrum gejala aritmia cukup luas, mulai dari berdebar, keleyengan, pingsan, stroke bahkan kematian mendadak.”
Ia menambahkan, Aritmia bisa dialami oleh semua tingkatan usia. Seperti bayi baru lahir bisa mengalami kondisi irama jantung yang lambat atau blok jantung, sementara 40 persen pasien di atas usia 40 tahun mengalami irama jantung yang terlalu cepat atau Fibrilasi Atrium (FA). Aritmia berkontribusi pada gagal jantung walaupun tidak selalu menjadi penyebab utama.
Menurut dr. Dicky Armein Hanafie, SpJP(K), FIHA, hipertensi adalah faktor risiko terbesar gagal jantung yang dapat dicegah. Gagal jantung sendiri adalah kemampuan memompa jantung yang sudah tidak cukup. Normalnya, jantung memompa darah 5 liter per menit atau 7000 liter per hari. Prevalensi gagal jantung sendiri di Indonesia menurut data Riskesdas 2018 adalah 0.13% atau sekitar 229.696 orang. Sementara prevalensi hipertensi adalah 34,1% pada penduduk usia 18 tahun ke atas.
Alat Multipoint CRT saat ini baru tersedia di RS Columbia Asia Pulomas, Jakarta dan telah berhasil diaplikasikan pada satu pasien gagal jantung. Direktur Medis RS Columbia Asia Pulomas, dr. Himawan Prasetyo M.Kes , mengatakan, “Kami berharap dengan keahlian yang dimiliki dokter-dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di RS Columbia Asia Pulomas serta teknologi MultiPoint pacing CRT ini, kami dapat memberikan layanan terbaik kepada pasien-pasien penyakit jantung di Indonesia.”