Makan banyak karbohidrat, seperti nasi, roti, kentang dan lainnya bukan masalah buat Soraya Larasati. Artis sekaligus influencer ini malah kini bisa mengonsumsi karbohidrat lebih dari 300 gram dalam sehari.
“Karbo yang dulunya dihindari, sekarang malah harus banyak. Kalau dihitung dari perbandingan berat dan tinggi badan, normalnya asupanku 270 gram karbo sehari. Tapi karena sudah mendekati race, ditingkatkan bisa sampai 360 gram. Aku sendiri sih, nggak pernah sampai segitunya. Paling nggak, ditambah saja biar balance dan tetap ada energy,” papar artis yang akrab disapa Laras ini, saat ditemui di Hotel Atlet Century Jakarta.
Yap, pada 3 Maret nanti Soraya Larasati bareng Zee Zee Shahab bakal mengikuti Tokyo Marathon 2019 sebagai Born To Sweat Runners. Latihan yang dijalani selama empat bulan membuat Laras harus mengikuti pola diet baru yang sesuai dari tim Pocari Sweat Sport Science. Dengan porsi latihan lari rutin empat kali seminggu, satu sampai dua jam atau lebih saat harus long run, Laras merasakan perubahan positif secara fisik.
“Sejak assessment sampai sekarang perubahan berat badan paling sedikit, tapi massa otot lebih terasa. Lebih kencang dan pakaian jadi banyak yang longgar tapi bukan kurus. Bentuk badan sih yang berubah, terutama kaki karena massa ototnya bertambah,” ujar mom dua anak ini.
Dengan jadwal latihan rutin dan kegiatan sebagai MC maupun influencer yang cukup padat, Laras merasa tak ada masalah dalam membagi waktu untuk keluarga. Tentunya dengan dukungan sang suami, Doni Amaldi dan asisten rumah tangga di rumah.
“Atur waktunya, full sore menuju malam sama anak-anak. Anak yang pertama usianya 5 tahun, udah sekolah. Anak kedua, 1 tahun 8 bulan, jadi sudah aktif banget. Jadwal latihan kan nggak terlalu menyita waktu, selalu pagi. Kadang setelah latihan ada kerjaan sebagai influencer atau acara off air. Kalau syuting seperti sinetron yang seharian gitu, saya memang sudah nggak terima. Lagian ibu-ibu biasa multi-tasking ya, jadi nggak sulit bagi waktu,” tutur mom yang gaya busananya sering menginspirasi para netizen ini.
Selama aktif latihan marathon, Laras pun makin akrab dengan beragam model hijab sport. Berbagai model dan brand ia coba untuk menemukan yang ternyaman buatnya, terutama untuk perlengkapan marathon di Tokyo nanti.
“Brand lokal sampai yang ternama sudah ngeluarin hijab sport yang nyaman untuk meningkatkan performance. Brand tertentu sudah punya teknologi khusus buat pelari jarak panjang. Jadi yang penting buat aku, nyaman dan tertutup. Kalau ngikutin harus longgar, nggak bisa karena lari jarak jauh baju longgar malah bikin lecet-lecet. Baju running yang ketat aku akalin aja, misal dilapis kaos atau pilih yang warna gelap,” tuturnya.
Perbedaan suhu di Tokyo, yang jauh lebih dingin di bulan Maret daripada di Jakarta, tentunya akan mempengaruhi performa pelari. Laras menyiasatinya dengan menyiapkan alat compression. Untuk kostumnya nanti, mom yang satu ini akan mengikuti saran pelatih, melapis kostum running tim dengan baju dalam heatech yang membuat tubuh lebih hangat.
“Sarannya sih, lapisan baju jangan terlalu tebal karena setelah lari sekian kilo pasti badan gerah dan bisa dehidrasi. Kalau di awal mau pakai jaket atau apa, boleh, tapi diniatkan untuk dibuang. Di Jepang sudah biasa katanya, pelari pakai jaket lama untuk charity. Banyak yang ngumpulin, termasuk topi dan sarung tangan,” ujar Soraya Larasati sambil menambahkan, perlengkapan lainnya, seperti sepatu lari dan kaos kaki pun disarankan memakai yang lama dan sudah terasa nyaman di kaki untuk menghindari cedera.