Leukemia atau kanker darah merupakan jenis kanker yang paling banyak menyerang anak-anak, Moms & Dads. Data dari Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI menyebut, angka kejadiannya mencapai 2,8 per 100 ribu anak. Seperti kanker anak lainnya, leukemia pada si kecil tidak dapat dicegah, tetapi dapat disembuhkan bila terdeteksi dini.
“Rata-rata jenis yang menyerang anak adalah Acute Lymphoblastic Leukemia. Di dunia, cure rate atau peluang sembuhnya meningkat pesat hingga 84%. Tapi di negara kita masih sekitar 44% karena rendahnya awareness,” tutur dr. Mururul Aisyi, Sp.A(K) dari RS Dharmais, dalam edukasi media tentang kanker anak, yang digelar Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), di Gedung Adhyatma Kemenkes RI, Jakarta, 16 Oktober 2018.
Sangat penting bagi Moms & Dads untuk mengenali gejalanya, terutama pada si kecil yang belum bisa berkomunikasi. Penyakit ini dapat menyerang pada bayi bahkan janin (leukemia congenital), Moms & Dads. Leukemia adalah jenis kanker cair yang berkembang di sumsum tulang, tempat pembuatan sel darah. Sel kanker yang berkembang sangat pesat, menghambat pembentukan sel darah normal, kemudian menyebar ke berbagai organ tubuh dan menghambat fungsinya.
Biar mudah diingat, Moms & Dads bisa menyingkat gejala awalnya menjadi 3P, yaitu :
- Pucat, karena si kecil kekurangan sel darah merah.
- Panas atau demam tanpa sebab yang jelas. Ini sebenarnya disebabkan oleh rendahnya kadar sel darah putih, yang membuat si kecil mudah terinfeksi.
- Pendarahan kulit berupa bintik-bintik merah karena kurangnya trombosit. Bisa juga berupa lebam dan mimisan.
Gejala lainnya adalah si kecil selalu tampak lesu dan mudah lelah. Bila sel leukemia telah menyerang organ tubuh lain, akan terdapat pembesaran pada limpa, hati, leher atau kelenjar getah bening, gusi dan testis pada anak laki-laki. Penyakit ini juga menimbulkan nyeri pada tulang sehingga si kecil berjalan pincang.
Bila Moms & Dads melihat gejala-gejala tersebut pada si kecil, segeralah periksakan ke dokter anak. Direktur P2PTM, dr. Cut Putri Arianie, MH. Kes mengungkap, dengan sistem rujukan JKN saat ini, si kecil dapat segera didiagnosa dan ditangani di berbagai fasilitas kesehatan. Semakin dini terdiagnosa semakin besar peluang untuk menjadi survivor, seperti Natarini Setianingsih, penyintas yang didiagnosa leukemia pada usia 12 tahun.
“Awal terdeteksi pada 1996, saya demam nggak sembuh-sembuh sampai sebulan. Sempat didiagnosa malaria dan liver karena kuning. Ternyata setelah dirujuk ke RSCM, ketahuan kadar HB hanya 8, sangat rendah. Dari tes lainnya, baru didiagnosa leukemia,” tutur wanita 34 tahun, yang kini bekerja di RS Dharmais itu.
Natarini menjalani pengobatan berupa kemoterapi dan radiasi selama tiga tahun. Lima tahun kemudian ia dinyatakan sebagai survivor dan mendirikan Cancer Buster Community (CBC) pada 2006, bersama empat penyintas lain. Komunitas di bawah naungan Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI) ini membantu dan memotivasi para pengidap kanker anak dan orangtua mereka.
“CBC rutin mengunjungi pasien kanker anak dan orangtua mereka di berbagai rumah sakit. Sangat penting bagi orangtua untuk aware dan cepat tanggap selama pengobatan, terutama buat anak yang masih sangat kecil. Kuncinya sih, positive thinking, semangat terus,” ujar Natarini, yang mengaku sempat bosan dan mogok di tengah pengobatan. Ia juga terpaksa cuti sekolah selama tiga bulan sehingga harus mengejar ketinggalan dengan ikut ujian susulan.
“Ibu banyak memotivasi saya waktu itu. Sampai sekarang karena sudah terbiasa, saya jaga kondisi dengan menghindari makanan bersoda, berpengawet dan yang instan-instan. Saya banyak bikin smoothies sayur dan buah, rutin berolahraga juga, dan menghindari asap rokok. Karena pernah sakit, saya sadar sehat itu lebih enak, lebih nyaman, bisa bekerja, traveling dan beraktivitas seperti orang lain,” paparnya.