Saat Moms harus menjalani operasi pengangkatan kelenjar tiroid atau Tiroidektomi total, pertanyaan yang sering muncul adalah, ‘Apa nanti masih bisa hamil?’ Sebelum menjawab pertanyaan ini, sebaiknya Moms kenali dulu apa itu kelenjar tiroid dan hubungannya dengan kehamilan.
Kelenjar yang berada di depan tulang leher bagian bawah ini adalah kelenjar endokrin murni terbesar dalam tubuh kita. Terdiri dari dua lobus sehingga bentuknya mirip kupu-kupu. Hormon tiroid yang dihasilkan berperan penting dalam berbagai proses metabolisme dan pergerakan hampir semua sistem organ tubuh manusia. Jadi, gangguan tiroid seperti kelebihan (hipertiroid) dan kekurangan hormon yang dihasilkan (hipotiroid) atau adanya nodul alias benjolan tiroid akan mengganggu proses metabolisme, aktivitas fisiologi organ dan mempengaruhi tumbuh kembang beragam jaringan, termasuk sistem saraf dan otak.
Bila seorang mom mengalami hipotiroid maupun hipertiroid, sistem reproduksinya akan terganggu. Moms bisa mengalami gangguan menstruasi, penurunan kesuburan hingga kemandulan. Tapi bukan berarti Moms tak bisa hamil seratus persen. Bahkan Moms yang telah menjalani Tiroidektomi total akibat kanker tiroid pun ternyata masih bisa hamil dan melahirkan si kecil yang sehat.
“Setelah 7 tahun operasi, alhamdulillah saya survive dan bisa hamil anak kedua walaupun tidak punya kelenjar tiroid,” papar Dewi Yulita, penyintas sekaligus Ketua I komunitas Cancer Information & Support Center atau CISC, di Seminar Edukator Sehatkah Tiroidmu?, di Hotel Shangri-la, Jakarta, Jumat 21 Juli 2017.
Dewi berhasil menjalani kehamilan kedua dengan lancar karena ia tak pernah absen mengonsumsi pil levotiroksin. Pil ini bisa dibilang suplemen pengganti hormon tiroid. Semua penyintas disarankan mengonsumsinya seumur hidup agar tetap memiliki hormon tiroid yang cukup untuk membantu metabolisme tubuh. Dewi sendiri kini telah mengonsumsi pil selama lebih dari 20 tahun dan menjadi rutinitasnya begitu bangun tidur di pagi hari.
“Selama hamil, saya terus dipantau dokter obgyn dan endokrin. Dosis obat juga harus ditambah sampai dua atau tiga kali lipat sesuai kondisi karena janin ini kan, butuh hormonnya. Dosis hormon kurang, efeknya janin bisa kekurangan yodium, bisa ada banyak masalah pas lahir seperti down syndrome dan gangguan tumbuh kembang,” ujar mom 47 tahun yang selalu aktif dan ceria ini.
Dewi pertama kali didiagnosa kanker tiroid jenis papiler di usia 20-an, saat baru dua tahun menikah dan melahirkan anak pertama. Ketika itu ia langsung menjalani operasi dan sempat cemas karena tak mampu berbicara pasca operasi. Untungnya, suaranya pulih setelah 2,5 bulan. Tapi benjolan kembali muncul sehingga ia menjalani operasi lagi dan ablasi atau pemberian yodium radioaktif untuk menghancurkan sisa sel tiroid yang menyebar. Tujuh tahun setelah itu, ia hamil anak kedua.
“Saya sangat berterima kasih pada suami karena selalu mendukung hingga detik ini. Apalagi saya tidak hanya mengalami kanker tiroid, tetapi juga kanker payudara. Dukungan keluarga sangat penting, begitu juga komunitas. Untuk pengobatan, saran saya ikuti semua protokol dokter, nggak usah takut. Kanker tiroid bisa disembuhkan dan beda dengan kanker-kanker lain yang progresif. Yang penting adalah mindset, harus selalu berpikir positif dan semangat. Jangan pernah bosan berobat dan selalu happy,” ujar penyintas multiple cancer yang telah bergabung dengan CISC sejak 2006 ini.