
Gangguan seksual sangat bisa mempengaruhi keharmonisan Moms & Dads, salah satunya disfungsi ereksi atau DE. DE kadang tidak disadari oleh Dads sehingga tidak segera ditangani, dan membuat keadaan semakin lama semakin kurang nyaman buat Moms maupun Dads.
Secara definisi, disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan Dads mencapai dan/atau mempertahankan ereksi penil dengan baik untuk kepuasan aktivitas seksual. Dr. Nugroho Setiawan, Sp. And, dokter spesialis andrologi dari RSUP Fatmawati, Jakarta Selatan, mengungkap, ada empat tingkat kekerasan ereksi yang dikenal sebagai Erection Hardness Scale (EHS). EHS 1 adalah DE berat, ditandai dengan penis tidak mengeras. Sedangkan EHS 4 adalah ereksi normal.
“Banyak yang tidak menyadari DE dengan erection hardness tingkat 3 atau DE ringan, karena masih bisa ereksi dan penetrasi, tapi tidak maksimal,” tutur dr. Nugroho. Ia menambahkan, akibat DE tingkat 3 ini, hubungan intim terjadi sangat cepat dan bisa menjadi pengalaman buruk buat pasangan. Buntutnya, pasangan akan enggan melakukannya lagi.
Saat ini, DE merupakan gangguan seksual yang paling banyak dikeluhkan setelah ejakulasi dini, oleh pria berusia 40-80 tahun di seluruh dunia. Berdasarkan penelitian The Global Study of Sexual Attitudes and Behaviors (GSSAB) di 29 negara, termasuk Indonesia, jumlah penderita DE terbesar ada di Asia Tenggara (28,1%), diikuti oleh Asia Timur (27,1%) dan Eropa Utara (13,3%).
Ada dua penyebab utama disfungsi ereksi, yaitu penyebab organik dan psikogenik. Menurut dr. Nugroho, faktor penyebab organik mencapai 95% dan selebihnya adalah faktor psikogenik atau psikologis.
Faktor organik adalah :
- Pembuluh darah, karena ereksi bisa terjadi bila pembuluh darah melebar, terisi penuh dan terperangkap
- Saraf, sebagai penghubung saat terjadi rangsangan
- Hormonal, terutama kadar hormon testosterone dan estrogen. Dads dengan lemak perut tinggi umumnya memiliki kadar estrogen tinggi sehingga lebih berisiko DE.
- Struktur penis
- Pengaruh obat-obatan yang dikonsumsi.
“Penyebab DE multifaktoral, semua bisa terkait. Kondisi fisik seperti kerusakan saraf, arteri, otot polos, dan jaringan ikat di penis dapat menyebabkan DE. Stres dan masalah hubungan personal bisa memicu dan memperburuk DE. DE juga bisa disebabkan efek samping beberapa pengobatan seperti anti-hipertensi, antihistamin, antidepresan, penenang, penekan nafsu makan dan obat-obatan saluran kemih,” papar dr. Nugroho.
Faktor awareness, sosial, budaya, agama dan ekonomi dapat mencegah pasien untuk berkonsultasi dengan dokter mengenai DE. Padahal, menurut dr. Handoko Santoso, Medical Director PT. Pfizer Indonesia, komunikasi antara dokter dan pasien memegang kunci penting dalam pengobatan DE. “Pfizer mendukung edukasi pasien agar mendapatkan pengobatan yang paling tepat dan mencegah pasien mengobati sendiri untuk penyakit kompleks, seperti DE,” ujar dr. Handoko, saat edukasi media di Tjikini Lima, Jakarta Pusat, 29 Agustus 2018.
Perubahan gaya hidup yang lebih sehat dapat membantu pengobatan DE. Dr. Nugroho menyarankan untuk berhenti merokok bagi Dads yang perokok, memperbaiki pola makan dengan gizi seimbang, olahraga teratur, istirahat cukup, menghindari minuman beralkohol dan obat terlarang.
“Hindari mengkonsumsi obat tanpa resep dokter dan obat-obatan herbal yang mengklaim dapat mengatasi DE dengan cepat. Obat herbal seperti ini kemungkinan dicampur obat kimia tanpa dosis yang jelas dan bisa berbahaya,” pesannya. Ia menambahkan, “Penanganan DE sangat custom, tergantung setiap individu, dan sebaiknya menjadi tanggung jawab dokter spesialis.”
