Moms & Dads, penyakit jantung bawaan atau PJB di negara kita ternyata angkanya cukup tinggi. Dokter spesialis PJB, dr. Oktavia Lilyasari, SpJP(K), FIHA mengungkap, dari angka kelahiran sekitar 4,5 juta bayi per tahunnya, diperkirakan ada sekitar 40 ribu bayi dengan penyakit jantung bawaan.
“Penyakit jantung bawaan adalah kelainan struktural maupun fungsi jantung sejak lahir akibat gangguan atau kegagalan perkembangan jantung janin. Biasanya ini terjadi di trimester pertama kehamilan. Itu sebabnya ibu hamil jangan minum obat sembarangan atau sering terpapar macam-macam,” tutur ahli jantung dari FKUI dan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita ini, saat jumpa pers 27th ASMIHA (Annual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association 2018) di Hotel Ritz Carlton, Jumat, 20 April.
Ia menambahkan, dari angka 40 ribu tersebut hampir sepertiganya menderita PJB kritis. Ini berarti si kecil terancam jiwanya dan harus langsung ditangani di hari pertama atau di tahun pertama kehidupan. Dengan kemajuan teknologi pencitraan digital, PJB sudah bisa terdeteksi sejak si kecil masih dalam kandungan lewat pemeriksaan USG cardiac atau fetal echocardiography di trimester kedua.
Menurut dr. Oktavia, PJB juga bisa terdeteksi lewat pemeriksaan USG rutin atau prenatal care yang dilakukan dokter kandungan untuk mengecek kesehatan kandungan Moms secara menyeluruh. Dokter kandungan dengan kompetensi di bidang jantung bahkan bisa melakukan pemeriksaan jantung tambahan dengan fetal echocardiography. “Bila ditemukan masalah, Moms akan dirujuk ke dokter jantung anak atau dokter jantung pediatric dan jantung bawaan. Jadi ada jalurnya,” ujar dr. Oktavia.
Penegakkan diagnosa PJB oleh para ahli jantung pun memerlukan beberapa moda pencitraan digital. Setelah pemeriksaan echocardiography, si kecil yang sudah lahir harus menjalani pemeriksaan lanjutan. Bila dulu sering dilakukan metoda pencitraan lanjut dengan kateterisasi jantung yang sifatnya invasif, sejak 2011 metoda non-invasif lanjut dengan CT scan jantung dan MRI lebih sering digunakan.
Dr. Dafsah A. Juzar, Sp.JP(K), FIHA, Ketua Komite Scientific ASMIHA 2018 menuturkan, pencitraan kardiovaskular sangat esensial dalam memahami penyakit kardiovaskular termasuk PJB. Pencitraan berperan tidak hanya untuk deteksi dan penegakkan diagnosa, tetapi juga untuk tata laksana dan evaluasi lanjut. Itu sebabnya pencitraan digital kardiovaskular menjadi isu sentral dalam ASMIHA 2018, yang digelar di Hotel Ritz Carlton, Jakarta pada 19-22 April.
ASMIHA sendiri adalah pertemuan ilmiah tahunan yang diadakan Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia atau PERKI, untuk para dokter dan tenaga medis lainnya di seluruh Indonesia. Dr. dr. Amiliana Mardiani Soesanto, SpJP(K), FIHA, Ketua Panitia ASMIHA 2018, menyebutkan, tahun ini topik-topik mengenai pencitraan digital dan echocardiography menjadi yang utama dan banyak pakar echocardiography dunia yang datang untuk berbagi ilmu.
“Tahun ini juga kami mengundang lebih banyak dokter umum dan menyediakan sesi diskusi khusus untuk mereka. Ada pula workshop tentang kesehatan kardiovaskular untuk jemaah haji,” ujar Dr. Amiliana.
Ketua Umum Pengurus Pusat PERKI, Dr. dr. Ismoyo Sunu, Sp.JP(K), FIHA menambahkan, tahun ini, bertepatan dengan ulang tahun PERKI ke-61, PERKI menginisiasi buku Model Optimal Pelayanan Kardiovaskular RS Rujukan. Buku berisi pemetaan fasilitas di RS Rujukan ini diharapkan bisa menjadi salah satu pedoman dalam usaha menurunkan angka kematian akibat penyakit kardiovaskular.